topbella

Rabu, 13 April 2011

Dialog Hati

Mungkin saja, kau terlalu bahagia berbagi kata dengan orang lain hingga yang “satu ini” tak kau perhatikan.
Mungkin saja, kau terlalu asik bermain laying-layang di lapangan pikirmu hingga selirik saja, tengok yang “satu ini” pun kau tak mau.
Mungkin saja, ya, bisa saja, yang “satu ini” berdetak sangat lemah di jantung hidupmu.
Masa depan. Dua kata ini mungkin sering mengantarkan pikiran kita pada suatu adegan di mana kita tengah sibuk bekerja, kesana-kemari siang-malam.Mungkin juga, “masa depan” akan membentuk  diri kita menjadi sosok yang berbeda, Atau, ia akan melambungkan kita pada suatu waktu di mana kerongkongan sering terbatuk, nafas yang seakan tertindih, dan punggung yang membungkuk. Duh, segitu seramnya, ya? Nggak juga. Sering pula, “masa depan” menawarkan kita adegan-adegan haru saat cita-cita yang kita gantung akhirnya tergenggam; Kawasan-kawasan seru yang tak pernah mampu dikunjungi akhirnya terjamah; atau cinta sejati yang dinanti-nanti akhirnya sah menghampiri… (Eeeeaaaa…) ^^
Apa pun visualisasinya, kata “masa” sepertinya terus melempar kita ke periode yang begitu jauh sehingga kadangkala, kita lupa bahwa semenit, sehari, dan sebulan yang akan datang adalah masa depan, masa depan terdekat yang lebih perlu kita persiapkan performanya. Tetapi, ada satu hal sebenarnya yang perlu diperhatikan sebelum melakukan persiapan, yaitu perbaikan. Bicara tentang perbaikan, maka ga akan jauh beda dengan ngomongin muhasabah––atau kalau yang saya istilahkan sendiri, yang “satu ini” sebenarnya adalah salah satu cara berdialog dengan hati.
Berat ya memang… Masa habis capek-capek beraktivitas seharian, pas mau tidur aja mesti masih mikir… mesti mengevaluasi kegiatan dari tadi bangun pagi sampai akhirnya terkapar di pembaringan. Enaknya sih, kalo liat kasur, ya langsung tidur aja gitu loh!
Well, memang, muhasabah itu ga harus sebelum tidur, tapi mungkin itulah waktu terbaik di mana kita hampir menutup buku untuk setiap peristiwa seharian tersebut. Jadi, mungkin setiap tasbih dan tahmid saat mengingat tiap adegan yang kita perbuat di hari itu adalah zikir yang paling berruh yang dalam sehari itu terucap. Sebab, semua gerak yang terekam dalam memori belum sempat terkunyah oleh mimpi dan bermacam rasa yang tersketsa belum sempat pudar dan masih segar di hati.
Tentang muhasabah ini, Allah sendiri ternyata sudah memperingatkan manusia :

Al Hasyr ayat 18: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang akan dikerjakannya untuk hari esok dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”  

Kalau kata Ustad Anis Matta (2002), ayat ini sebenarnya hendak menunjukkan kepada kita bahwa merencanakan perbaikan untuk hari esok adalah pengejawantahan taqwa yang paling penting untuk dilakukan seorang hamba kepada Rabb-Nya.

Sejatinya, muhasabah adalah suatu bentuk pengingatan dan mengingat-ngingat adalah suatu ekspresi berdialog dengan hati. Semakin sering bicara dengan hati, semakin kita tahu kelemahan apa yang mesti kita perbaiki dan kelebihan apa yang mesti kita pertahankan. Contoh kecilnya adalah saat mengevaluasi target-target hidup yang kita buat. Kalau lagi dievaluasi, kan, biasanya suka ngomong sendiri tuh… “aa, ini harusnya begini”, “aa… kenapa target yang ini susah kecoretnya sih?”, “oo, berarti besok harus begini dan begini…”
Pada akhirnya, berdialog dengan hati akan terus membuat kita ingat pada target-target hidup kita. 

Kalau kata Kak Danang Ambar Prabowo, motivator dari IPB yang sekarang lagi S2 di Jepang, “tulis 100 target hidupmu dan tempel di tempat mana pun yang kau akan sering membacanya”. 

Kalau kata Dhony Dhirgantoro, penulis buku 5 cm, “letakkan mimpimu 5 cm di depan mata, sehingga kau akan selalu melihatnya dan terus berusaha menggapainya… karena ia hanya tinggal 5 senti saja dari jangkauan” dan 

kalau kata Ahmad Fuadi, penulis buku best seller Negeri 5 Menara, “jangan remehkan mimpi-mimpi kecil… karena Allah Maha Mendengar.”

Ya, mungkin saja, gagal, sedih, dan kecewanya kita selama ini adalah hasil dari kurangnya kita berdialog dengan hati, bermuhasabah diri, berrencana untuk perbaikan hari esok. Mungkin sudah saatnya kita menumbuhkan “spirit Bismillah” dalam keseharian hidup kita. 

Pak Solikhin Abu ‘Izzudin (2009), “Bismillah adalah spirit, pintu segala kebaikan. Bismillah adalah visi, bersih dalam pengawasan Allah. Bismillah adalah mu’aahadah, agar janji terpatri di hati setiap detik, menit, jam, hari, pekan, bulan, tahun, dan abad. Bismillah adalah murooqobah, merasakan kehadiran Allah begitu dekat, mengawasi, mengiringi, mendampingi, menunjuki, dan meneguhkan pijakan kaki. Bismillah adalah mujaahadah. Bersungguh-sungguh, tanpa mengeluh. Bismillah adalah musyaarathah, syarat diterima sebuah amal, kinerja, dan perbuatan kalau dipenuhi rukunnya. Terakhir, bismillah adalah doa, sebuah cita-cita, sebuah harapan, sebuah kekuatan.”

Note : Dialog Hati, masih tentang realita dan mimpi , ckckckckc

0 komentar:

Posting Komentar

Dik Triesna

Foto Saya
Dik Triesna
"Allah Tetapkan Apa Yang Terbaik Bagi HambaNya dan Akan Indah Pada Saatnya, Bersabarlah..."
Lihat profil lengkapku