Sepotong Episode

malam berlalu, 

tapi tak mampu kupejamkan mata dirundung rindu kepada mereka

yang wajahnya mengingatkan aku akan surga

wahai fajar terbitlah segera

agar sempat kukatakan kepada mereka

"Aku mencintai kalian karena Allah"

--Umar Bin Khatab--

Sungguh, cinta dariNYA dan hanya karenaNYA, adalah cinta terindah dan ternyaman dalam hidup

Cukuplah kusimpan semua ceritaku yang sekarang ini. Tentangku, tentang apapun yang membuatku seperti mencari jawaban tentang kebahagiaan yang menjadi misteri. Di persimpangan aku berdiri, menyaksikan jawaban  yang terkadang membuatku tersenyum senang-mengingat mimpi terindah yang pernah kualami. Atau tersenyum getir, melihat ketakmungkinan itu. Bulan seolah tengah meledekku, saat diam-diam ku baca kembali karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tersipu malu melihat syair yang begitu indah. Malam itu pun menjadi malam kebahagiaan bagiku, menertibkan alur fikiranku, mengalir begitu indah. Dan itu sempurna, karenaMU , Ya Rabb

Alunan lagu akustik Thank You Allah terdengar sangat lembut. Begitu mengena. Sedari tadi senyum itu tak pernah lepas dariku, walau kusadari aku sangat letih. Kututup buku Ibnu Qayyim, memuatar ulang sepotong episode siang yang kulalui, sekejap yang membuatku begitu memaknai satu kata-InsyaAllah .

Tak seindah cerita yang penuh dengan tawa bahagia. Hanya suasana yang mengakrabkan diri denganMU , Ya Rabb. Indraku pun terasa nyaman disana. Semua terjaga, bahkan lebih terkesan ini suasana yang kuinginkan ( walaupun sebenarnya nuansa pondok itu yang sangat kuimpikan). Adakah kiranya sesuatu yang hilang selama bertahun-tahun, begitu menyiksa hatimu, mengetuk hatimu setiap saat, tapi tak kunjung datang saat yang kamu impikan. Inilah saat saat yang aku inginkan, saat aku ingin berkumpul, seramai majelis ini dengan suasana yang begitu santai. Dan inilah episode indah itu, 

Hanya sekilas, sesaat alunan maher zain mengalir indah. bayangan yang sempat “muncul” dalam nyamannya kehangatan, membuatku tersentak. Tak bisa kupastikan sebab akibatnya, hanya sekelebat bayangan itu muncul yang sekilas saja mampu menggoyahkan perasaan hati,aku menlungkupkan wajahku dalam kedua tanganku. Kupejamkan mata, kucoba hadirkan kembali mimpi itu. Ada senyum yang kurindukan. Rasa itu seperti senyum yang dirindukan seorang ibu, saat ia baru saja melahirkan bayi suci. Rasa rindu yang begitu indah, saat seorang istri tengah menanti kepulangan sang suami setelah sekian lama berpisah, sesekali membenahi penampilannya agar menjadi yang terindah.  Rasa rindu yang setiap saat tanpa sadar kuucapkan namanya dalam tawa, ku menangis karena kusadar itu tak mungkin, rasa rindu yang mungkinnya hanya dalam diam. Bisakah kamu merasakan rasa rindu seperti apakah itu, Rindu dalam diam ...

Seolah fikiranku memutar ulang ledekan, pujian, candaan dan tawanya. Ada kebahagiaan dan kenyamanan lagi yang ingin kurasakan.Sepotong episode indah yang berakhir pada satu kedipan mata. Alunan berganti, helaan nafas menyedariku kembali, realita ini yang sedang kujalani. Hendak memaknai apa yang didalam hati, tapi aku takut jika memang itu yang ku khawatirkan. Tak pelak kisah mencintai Ali menjadi penguatku, aku akan terus mencinta dalam diam. Diamku yang hanya ada didepan maklhuk, tapi tak mampu kubendung  saat aku berdua denganNYA, “Tolong simpan cerita ini pada tempat , seindah indahnya tempat”. Aku tak ingin mengumbar, aku takut jika melakukan kesalahan kedua. Aku hanya mampu dalam diam, dan diamku ,sikap dinginku ini mewakilkan seluruh gejolak perasaan. Hanya untuk menyembunyikan...Show me the way, InsyaAllah

Dan Kisah Salman Al Farisi pun mengakhiri episode indah bersama bulan malam itu ....