Senyuman itu seteduh awan, walau kutahu kita baru mengenal
Ada kala antara kita menimbulkan sesal, ada kala juga kita saling menghadiahi canda
Kehadiranmu adalah satu waktu yang kunantikan
Mendengar langkahmu, menyambut senyummu
Kehangatan dalam canda, keramahan dalam kasih sayang
Kamu menyambutku dalam salam selembut cinta
Genggaman tangan yang begitu kuat, menghadirkan kenyamanan
Adakah aku ragu tentang kasih yang kamu berikan
Tidak,... Justru aku yakin
Inilah indahnya ukhuwah yang dtawarkan
Tentang bagaimana nurani, kasih sayang, dan senyuman menjadi selembut cinta
Dan denganmu aku berbagi...
( Puisi untukku, untukmu yang tercipta begitu saja dalam keharmonisan cahaya bintang )
( Puisi untukku, untukmu yang tercipta begitu saja dalam keharmonisan cahaya bintang )
Kakak senior memintaku untuk bercerita tentang suatu hal. Aku pun merasa tidak pantas untuk berbagi dengan beliau, seorang senior yang pastinya lebih banyak memiliki pengalaman hidup yang luar biasa. Tak ada yang bisa kusungguhkan. Keisenganku muncul, dengan merangkai puisi untuknya, beliau lebih tau pastinya tentang ukhuwah. Tapi aku, dengan puisiku ingin berbagi versi yang ada pada diriku ...
Setahun berlalu sejak aku bergabung disekolah islam ini. Begitu banyak hal biasa yang menjadi luar biasa. Bagaimana tidak, murid seadanya membuat mereka menjadi lebih berkuasa dan bertingkah hiperaktif. Tak jarang guru sering mengeluhkan kelakuan mereka. Ditambah pula dengan segudang aktivitas dari para pengurus yang tak memungkinkan kami untuk saling bercengkrama lama untuk membahas tentang mereka. Selesai satu aktivitas harus pergi untuk melanjutkan dengan aktivitas yang lain. Mereka, murid-muridku, harus kuakui,kelakuan mereka sangat mengesalkan, sehingga tak jarang satu persatu guru selalu memarahi mereka, sedikit saja kesalahan. Tak heran jika seribu nasehat itu hadir dihari hari mereka. Pasti sangat bosan.
Sekarang semua berubah, mereka kudatangi bukan sebagai guru. Mereka kudatangi bukan dengan nasehat. Mereka kudatangi dengan 'selembut cinta'. Meyakinkan mereka bahwa aku ingin hadir didalam dan bersama degnan mereka. Butuh waktu berminggu minggu untuk meyakinkan mereka, aku serius. Dan mereka menyadari itu.
Hari demi hari aku belajar banyak dari mereka. Dulunya aku cepat merasa kesal jika ada kesalahan yang mereka perbuat. Dulunya aku sangat repot jika harus mendengar ocehan mereka. Dulunya aku juga sering mengabaikan dan memberikan senyum seadanya jika mereka berbagi cerita. Tapi itu dulu, sebelum aku menawarkan cinta selembut cinta. Sekarang, seolah aku menjadi pribadi baru. Mereka menawarkan kebaikan pada diriku, mengajakku untuk menjadi lebih baik dari mereka. Mereka, murid muridku yang membuatku menjadi lebih baik. Kehadiranku disambut meriah setiap saat, senyuman mereka mengajakku untuk tersenyum lebih manis dan menghadiahi sebuah pujian. Canda tawa mereka menjadi penawar moody ku yang hadir disaat saat tak terduga. Ledekan mereka menjadi ajang kami untuk bermain kata. Semua itu bernaung dalam cinta selembut cinta.
Mereka hadirkan lagi satu kisah dalam hidupku tentang arti kasih sayang. Saat hari ulang tahunku.,aku hanya tersenyum bahagia, begitu pula mereka. Sesekali mereka meledekku seperti biasanya, tapi tak ada satupun yang mengucapkan ulang tahun. Memang aku tidak membutuhkan itu, yang aku butuhkan hanya senyum mereka. Siapa sangka, kecuekkan mereka hari itu merupakan kejutan yang luar biasa untukku. Seusai sholat berjamaah, mereka datang kepadaku dengan senyum mereka. Tulus, sangat tulus. Senyum yang datang dari hati, bukan keterpaksaan. Seorang murid kesayanganku yang terkena usil, datang padaku, memberikan bunga dengan senyumnya yang tulus. Sungguh aku tidak dapat melupakan senyum itu. Setangkai bunga dengan corak orange dan merah, wangi. Aku terharu. Kemudian, perwakilan, bos mereka ( yang paling preman ) , menghadiahi sebuah bingkisan berpita mawar, dengan kartu ucapan karya mereka, yang isinya sebuah sajadah. Ya Rabb, aku meneteskan air mata. Inikah cinta yang engkau hadirkan dalam jiwa jiwa kecil itu, jiwa anak-anak yang lengkap keusilannya. Akhir kejutan mereka, mereka menyalamiku. Mengatakan, "kami sayang ibu, jangan tinggalin kami ya". Subhanallah .... aku tersenyum bahagia. Setelah semua pulang, murid yang terkenal cuek dan tidak dekat pada siapapun, mengirimkan sms padaku sembari melangkah pulang, "Ibu, met ultah yah, panjang umur n sukses selalu, jangan tinggalin kami. Kami sayang ibu". Lengkap sudah kebahagiaanku.
Kakak senior yang mendengar ceritaku sedari tadi tersenyum. Pelan aku pun berkata, "Mungkin kita belajar banyak hal dari mereka yang lebih tinggi dari kita. Dosen, guru atau siapapun itu. Tapi hari ini, justru aku belajar bukan dari teori, tapi dari kehidupan yang langsung mereka berikan didepan mataku. Dari keseharian mereka, mereka ajarkan tentang kebersamaan dan kesabaran. Dari kehebohan, mereka mengajariku untuk mendengarkan apapun keluhan itu. Mengingatkanku akan keluhan hamba pada RabbNYA yang tak henti hentinya menyalahkan hidup. Dari kenakalan mereka, mereka mengajariku tentang arti menjadi diri sendiri untuk menghibur orang lain, yang mengingatkanku tentang sahabat Rasulullah, Ali yang selalu berusaha menyenangkan orang lain dengan perkataannya yang menghibur.Dan mereka akan datang dalam bentuk cinta saat kita menawarkan cinta, cinta selembut hati mereka, cinta selembut diri mereka, cinta selembut cinta".
Kakak itu mengiyakan, "Subhanallah ya dek, ternyata Allah berikan jalanNya untuk melembutkan hati hamba-hambaNya, dan memberikan hikmah disetiap kejadian".
Dan hari ini, mereka kembali membuat hal yang membuatku resah. Bagaimana tidak, disaat aku tengah dalam kesibukan dan meminta izin untuk tidak mengajar. Keresahan hatiku menyergap, aku teringat mereka. Bagaimana keadaan mereka, apa mereka bisa belajar tanpaku. Bagaimana nantinya, ini dan itu. Tak bisa kubiarkan, fikiranku pun tidak fokus. Akhirnya kuputuskan untuk kembali kesekolah, dan benar, mereka tidak belajar, sebahagian diluar. Sebahagian lain sibuk dengan dunia mereka, padahal guru sedang didalam kelas. Saat aku datang, dengan tegasnya menyuruh mereka masuk dan aku sendiri pun masuk. Baru saja aku hendak memulai mukadimah,salah satu dari mereka bertanya, "ibu sakit ya?kenapa? kirain kami ibu ndak datang? istrahat aja kalau sakit. Kalo ibu izin ndak sakit, kami mau belajar ma ibug aja". Aku pun terkejut dengan keterusterangan mereka. Salahkah aku, atau apa yang telah kulakukan. Tapi tidak, justru aku terharu dengan perhatian mereka, saat aku mengatakan tidak apa-apa, mereka mengucapkan hamdalah dan dengan seriusnya mengikuti pelajaran. Alhamdulillah, Ya Rabb
Aku Sayang mereka ...
0 komentar:
Posting Komentar